Malang, Suaragong.com – Kota Malang, yang dikenal sebagai kota pendidikan, kini menghadapi tantangan serupa dengan dunia sekolah, yaitu kekurangan tenaga pendidik. Kondisi ini juga dialami oleh beberapa kampus negeri di kota tersebut. Meski belum mencapai tingkat krisis, beberapa fakultas memang masih memerlukan tambahan dosen untuk memenuhi kebutuhan akademis mereka.
Salah satu dosen, yang meminta identitasnya disamarkan dengan nama Galih, mengakui adanya kekurangan ini. “Memang, beberapa fakultas masih kekurangan dosen, terutama di program-program studi tertentu,” ungkapnya. Meskipun masalah ini belum mendesak, pihak kampus tetap berupaya mencari solusi guna menjaga kualitas pendidikan di Kota Malang.
Di fakultas tempatnya mengajar, setiap tahun ada sekitar enam dosen yang pensiun. Namun, pengganti yang datang melalui rekrutmen hanya sekitar dua orang per tahun.
“Akibatnya, ada beberapa dosen yang terpaksa mengajar mata kuliah di luar bidang keahliannya,” ujar Galih, salah satu dosen di kampus tersebut.
Idealnya, beban mengajar seorang dosen berkisar pada 16 SKS (Satuan Kredit Semester) per semester. Namun, kondisi di lapangan berbeda. Beberapa dosen harus mengajar hingga 33 SKS, jauh melebihi batas normal.
Meskipun ada tambahan honorarium bagi mereka yang mengajar lebih banyak, Galih menilai bahwa kompensasi tersebut tidak sebanding dengan energi dan waktu yang mereka curahkan.
Jika ada dosen yang berhalangan hadir, biasanya kampus menyediakan dosen sementara untuk menggantikan kelas yang kosong. Namun, ini sering kali tidak cukup untuk mengurangi beban kerja yang berat.
“Memanfaatkan dosen luar biasa memang menjadi solusi yang cukup tepat. Selain honor yang lebih rendah, pembayaran mereka juga dilakukan per kedatangan,” tambah Galih.
Baca juga : Rp 328,11 Miliar Untuk Bantuan Operasional Pendidikan di Kabupaten Malang
Di sisi lain, dengan status Universitas Negeri Malang (UM) dan Universitas Brawijaya (UB) yang kini telah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), kedua kampus tersebut memiliki kebebasan lebih dalam melakukan rekrutmen mandiri. Langkah ini penting untuk menjaga rasio ideal antara jumlah dosen dan mahasiswa, sehingga kualitas pendidikan tetap terjaga di tengah tantangan kekurangan tenaga pengajar.
Pada awal tahun ini, Universitas Negeri Malang (UM) telah melaksanakan rekrutmen dosen tetap non-ASN. Dari 72 formasi yang dibutuhkan, hanya 65 posisi yang berhasil diisi. Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Sumber Daya, dan Usaha UM, Prof. Dr. Puji Handayati, SE.Ak, MM, CA, CMA, menyatakan bahwa ke depannya, kampus masih akan membuka rekrutmen lagi.
Rekrutmen ini akan menjadi prioritas, terutama untuk program studi baru seperti Ilmu Hukum dan Arsitektur. UM juga berencana mengutamakan lulusan S3 serta lulusan dari luar negeri untuk mengisi posisi dosen tersebut, guna memastikan kualitas pengajar yang lebih baik.
Puji mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, UM sebenarnya mendapatkan kuota untuk CPNS dan PPPK. Namun, dari 287 formasi yang dibuka, hanya 62 orang yang berhasil lolos seleksi.
Inilah yang menjadi alasan UM membuka rekrutmen dosen tetap non-ASN pada tahun ini. “Berdasarkan analisis dari Badan Penjaminan Mutu (BPM), UM membutuhkan tambahan 72 dosen, dan sejauh ini baru 65 posisi yang terisi,” jelas Puji. Meskipun masih ada kekurangan, ia menegaskan bahwa rasio dosen dan mahasiswa di UM masih tergolong ideal, dengan angka 1:30.
Rata-rata, satu dosen di UM mengajar 21 SKS setiap semester. “Selain itu, adanya program Merdeka Belajar juga meringankan beban dosen, karena mahasiswa dapat mengambil kuliah di luar kampus,” tambah Puji, yang berasal dari Pasuruan.
Kebutuhan akan tambahan dosen juga dirasakan di Universitas Brawijaya (UB).
“Saat ini, jumlah dosen di Universitas Brawijaya (UB) baru mencapai 2.105 orang,” ujar Direktur SDM UB, Prof. Dr. Sukarmi, SH, M.Hum. Dari total tersebut, sebanyak 1.417 dosen berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara 688 lainnya merupakan tenaga honorer.
UB terus berupaya meningkatkan jumlah dosen untuk menjaga kualitas pendidikan di tengah pertumbuhan jumlah mahasiswa.
Dari total tersebut, sekitar 15 ribu merupakan mahasiswa baru (maba). Mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), satu dosen idealnya hanya mengampu maksimal 25 mahasiswa. Dengan jumlah mahasiswa yang besar, Universitas Brawijaya (UB) sebenarnya membutuhkan sekitar 2.400 dosen agar rasio pengajaran tetap ideal. Namun, kenyataannya, kampus di Jalan Veteran tersebut masih menghadapi kekurangan tenaga pengajar.
Setiap tahun, sejumlah dosen di beberapa fakultas di Universitas Brawijaya (UB) memasuki masa pensiun, sehingga muncul kebutuhan akan tambahan dosen baru. Fakultas-fakultas seperti Fakultas Vokasi (FV), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menjadi contoh yang paling membutuhkan tenaga pengajar tambahan.
Akibatnya, beberapa dosen terpaksa menambah beban SKS yang mereka ampu. “Selain mengajar, dosen juga memiliki kewajiban dalam tri dharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian masyarakat dan penelitian,” jelas Sukarmi.
Pada bulan Oktober ini, UB berencana membuka rekrutmen dosen baru. Pihak rektorat sudah mengirimkan surat ke 18 fakultas untuk mengetahui kebutuhan dosen di masing-masing fakultas.
Setiap tahun, sejumlah dosen di berbagai fakultas Universitas Brawijaya (UB) memasuki masa pensiun, sehingga kebutuhan akan dosen baru terus meningkat. Berdasarkan pengalaman pada tahun 2023, usulan penambahan dosen mencapai 100 orang dalam satu tahun.
Namun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya memberikan izin untuk merekrut 80 dosen. Akibat pembatasan kuota tersebut, beberapa fakultas harus menunda penambahan tenaga pengajar baru dan tidak mendapatkan jatah dosen yang dibutuhkan.
Salah satu fakultas yang sangat membutuhkan tambahan dosen adalah Fakultas Vokasi. Mulai tahun ini, fakultas ini telah memulai rekrutmen dosen secara mandiri.
Baca juga : Polres Malang Gencar Sosialisasi Bahaya Bullying di Sekolah-Sekolah
Namun, proses perekrutan tersebut tidak berjalan tanpa tantangan. Salah satu masalah yang dihadapi adalah terkait dengan persyaratan penerimaan yang harus dipenuhi oleh calon dosen.
“Syarat utama dalam perekrutan dosen adalah calon harus sudah memiliki gelar S3, mengingat mereka tidak hanya mengajar di tingkat sarjana, tetapi juga di pascasarjana,” jelas Sukarmi. Selain itu, ada persyaratan tambahan terkait jumlah jurnal yang telah diunggah oleh calon dosen.
Sebagai alternatif, Universitas Brawijaya (UB) mendorong mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan doktoral untuk mendaftar, sehingga mereka bisa mengabdi di kampus setelah menyelesaikan studi mereka.
UB juga membuka kesempatan bagi calon dosen dari pihak eksternal. “Kami berharap proses perekrutan ini dapat berjalan lancar, dan target kami adalah menyelesaikannya pada bulan Desember ini,” tambah Sukarmi. (acs)