MALANG, SUARAGONG.COM – Kasus dugaan pemalsuan akta otentik yang melibatkan seorang notaris berinisial SA kini mencuat di Kota Malang. Hari Gatot, didampingi kuasa hukumnya, Abdul Aziz dari Firma Hukum Progresif Law, melaporkan notaris tersebut ke pihak berwajib. Laporan ini dilayangkan atas dasar dugaan bahwa SA, yang juga berstatus sebagai notaris di salah satu universitas swasta ternama di Malang, terlibat dalam tindakan pemalsuan terkait akta otentik dalam perjanjian tukar guling tanah kavling.
Baca juga: Apa Aja Jenis Sertifikat Bangunan
Menurut laporan yang diterima, kasus ini bermula sekitar lima tahun yang lalu saat Hari Gatot dan SA sepakat melakukan perjanjian tukar guling tanah kavling. Dalam perjanjian tersebut, Hari Gatot diwajibkan membayar sejumlah uang sebesar Rp250 juta kepada SA sebagai bagian dari kesepakatan. Namun, hingga lima tahun berlalu, akta otentik yang dijanjikan oleh SA tak kunjung diterbitkan. Sehingga memicu kecurigaan Hari Gatot terhadap legalitas proses yang telah dilakukan.
Kuasa hukum Hari Gatot, Abdul Aziz, menyatakan bahwa kliennya merasa dirugikan karena selama proses transaksi, Hari Gatot tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi dalam akad tukar guling tanah tersebut.
“Klien kami Pak Hari Gatot ini merasa tidak pernah menandatangani dokumen akta otentik akta perikatan tukar menukar. Sebagaimana yang disampaikan Pak Gatot tadi tukar guling tanah antara Pak Gatot dengan pihak notaris yang terjadi pada tahun 2019. Hingga hari ini sekira lima tahunan. Pada tahun 2019 itu dokumen milik Pak Gatot akta jual beli sudah diserahkan ke notaris SA. Dan dijanjikan enam bulan sudah selesai pengurusan akta tukar menukarnya dan legalitas lain untuk kepentingan tukar menukar itu.” Ungkap Abdul Aziz.
Tak hanya itu, Hari Gatot bersama kuasa hukumnya juga sudah mencoba untuk berkomunikasi dengan baik dengan notaris SA. Tetapi SA hanya memberikan janji-janji saja.
“Beberapa kali kami mencoba berkomunikasi dengan baik dengan notaris kerap dijanjikan seminggu lagi, seminggu lagi. Nah, sampai hari ini Pak Gatot memutuskan untuk melaporkan dugaan pemalsuan dokumen dalam hal ini akta otentik, akta perikatan.” Tambah Abdul Aziz.
Permintaan pembayaran Rp250 juta itu dari pihak kampus swasta yang mengajak tukar guling tanah. Beberapa bulan pasca terjadinya kesepakatan tukar guling, dokumen tanah Pak Gatot sudah diminta oleh Notaris SA. Jika tidak melakukan pembayaran, universitas swasta tersebut mengancam akan membatalkan tukar guling tersebut.
“Itu sudah permintaan dari pihak mereka. Kita gak boleh ada saksi, gak dikasih kwitansi. Jadi kalau ada saksi atau minta kwitansi itu batal. Perjanjian tukar gulingnya batal.” Ungkap Hari Gatot.
Padahal, setelah Notaris SA mempersilahkan menguasai dan memanfaatkan tanah yang telah ditukar guling, Hari Gatot telah menggarap dan mengolah tanah itu dan terjadi penjualan. Namun, belakangan ini pada tahun 2023, tiba-tiba muncul akta otentik yang diduga palsu.
Abdul Aziz selaku kuasa hukum Hari Gatot menambahkan juga bahwa kliennya mendapat somasi karena belum melakukan pembayaran ke pihak SA. Padahal, terkait pembayaran yang dimaksud tersebut sudah selesai dilakukan.
“Beberapa hari yang lalu klien kami ini mendapatkan somasi agar membayar sesuatu yang pembayaran itu sesungguhnya sudah selesai. Walaupun menurut Pak Gatot itu bukan merupakan kesepakatan. Karena kesepakatan tukar guling itu satu banding satu. Satu meter ya satu meter. Tidak ada pembayaran keuangan dalam bentuk apapun. Namun, masih menurut Pak Gatot dalam perjalanannya, ketika telah selesai penyerahan dokumen tiba-tiba dari pihak kampus itu mengundang beliau dan memberitahu bahwa Pak Gatot diwajibkan untuk membayar 250 juta dengan alasan yang tidak diberitahu. Dimana itu sejatinya juga dibincangkan sejak awal mestinya. Misalnya itu milik kampusnya lebih mahal, nah berarti kan dibicarakan sejak awal. Bukan pasca kesepakatan itu.” Jelas Abdul Aziz.
Dalam penjelasan yang disampaikan Abdul Aziz, ketidaktahuan Hari Gatot akan ilmu hukum itu menjadi kelemahan dalam perjanjian tersebut. Sehingga pihak notaris dapat dengan mudah memberi alasan lain yang tidak diketahui Hari Gatot. Serta memaksa Hari Gatot untuk membayar penambahan biaya pasca perjanjian.
“Memang kesepakatan itu tidak tertulis sejak awal. Nah, beliau (Pak Gatot) ini kan warga desa yang tidak mengetahui soal ilmu hukum. Mestinya sejak 2019 kedua belah pihak sudah membuat akta perikatan. Sehingga tidak ada kemudian penambahan-penambahan setelah adanya perjanjian itu.”
SA yang merupakan notaris resmi dari sebuah universitas swasta di Malang, diduga tidak melaksanakan tugasnya dengan benar dalam menerbitkan akta otentik yang seharusnya mengikat perjanjian tersebut. Dalam praktik hukum, akta otentik memiliki kedudukan yang sangat penting karena dianggap sebagai alat bukti yang kuat dan sah di mata hukum. Namun, dalam kasus ini, SA diduga tidak memenuhi kewajibannya untuk membuat akta otentik yang menjadi dasar perjanjian tukar guling tanah tersebut.
Akibat dari tindakan SA, Hari Gatot merasa dirugikan baik secara finansial maupun secara hukum. Hari Gatot telah menyerahkan uang senilai Rp250 juta. Namun hingga saat ini tidak ada dokumen resmi yang membuktikan perjanjian tersebut. Ketika upaya mediasi dilakukan, SA tidak memberikan respons yang memuaskan, sehingga memaksa Hari Gatot untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwenang.
Baca juga: Sebagai Bentuk Sinergitas, Kapolres Silaturahmi ke Markas Wartawan Kota Batu
Abdul Aziz menjelaskan bahwa laporan ini telah diajukan kepada pihak Polresta Malang Kota, dengan harapan agar SA dapat segera diproses secara hukum.
“Nanti kita buktikan di pengadilan. Makanya kita nanti akan buktikan semua, seperti apa kedepan kami masih meyakini bahwa kebenaran tetaplah kebenaran. Keadilan tetaplah diperoleh. Apalagi Pak Gatot ini orang biasa. Jadi insya allah kebenaran akan mencari jalannya sendiri.” Tegas Abdul Aziz.
Dalam laporannya, Abdul Aziz juga menyoroti pentingnya penerapan prosedur yang benar dalam setiap perjanjian yang melibatkan notaris.
“Kami dari pihak Pak Gatot ini yang diinginkan adalah bagaimana legalitas yang dijanjikan enam bulan sampai hari ini belum jadi. Nah, dalil yang digunakan adalah akta otentik itu, yang didalamnya menyebutkan Pak Gatot setuju soal 250 juta itu. Padahal tidak ada perjanjian karena itu permintaan belakangan. Sehingga karena tidak ada bukti itu yang 100 juta itu dianggap kurang bayar, padahal sudah bayar. ” Ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak SA terkait laporan ini. Kasus dugaan pemalsuan akta otentik ini menjadi sorotan karena melibatkan seorang notaris yang seharusnya memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugasnya. Dengan laporan yang telah diajukan, Hari Gatot dan kuasa hukumnya berharap agar proses hukum dapat segera berjalan. Sehingga keadilan bisa ditegakkan.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian yang melibatkan notaris. Serta selalu memastikan adanya bukti transaksi yang sah agar tidak menjadi korban penipuan atau penyalahgunaan wewenang. (rfr)
BATU, SUARAGONG.COM - Peran para Pengawal Demokrasi yang tergabung dalam pengawas pemilu untuk pertama kalinya,…
Batu, Suaragong.com - Mencatat sejarah baru Seminar internasional bertema "The 1st International Conference On Military…
, SUARAGONG.COM - Bupati Malang, Drs. H. M. Sanusi, M.M., yang akrab disapa Abah Sanusi,…
BATU,SUARAGONG.COM - Kota Wisata Batu (KWB) selama ini dikenal dengan keindahan alam dan potensi agrowisatanya,…
MALANG, SUARAGONG.COM - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memberikan Vaksinasi Human Papillomavirus (HPV). Tindakan ini sebagai…
BATU, SUARAGONG.COM - Polsek Ngantang Polres Batu kembali menunjukkan tanggung jawab dan kepedulian dalam melayani…