SUARAGONG.COM – Dalam beberapa bulan terakhir, industri kopi dunia mengalami dinamika yang signifikan. Terutama dengan lonjakan harga kopi robusta yang mencapai puncaknya di pasar internasional. Hal ini berdampak langsung pada harga kopi robusta mentah (green bean) di kebun kopi Kabupaten Malang, yang meningkat hingga tiga kali lipat. Berdasarkan informasi yang didapat, harga robusta Tirtoyudo grade A di Malang kini mencapai Rp 86.000 per kilogram. Lonjakan harga ini membawa harapan baru bagi para petani kopi lokal. Tetapi juga menimbulkan tantangan di sisi penjualan. Terutama di kafe-kafe yang menyajikan kopi robusta.
Baca juga: Ratusan Hektar Lahan Pertanian di Desa Sitiarjo Gagal Panen Akibat Kemarau
Penyebab Lonjakan Harga Kopi Robusta
Salah satu penyebab utama dari lonjakan harga kopi robusta ini adalah penurunan produksi di negara-negara penghasil kopi utama, khususnya Vietnam. Menurut Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI di Hanoi, Addy P Soemantry, produksi robusta di Vietnam diperkirakan turun sekitar 10 persen pada tahun ini. Penurunan ini banyak disebabkan oleh perubahan iklim yang memengaruhi hasil panen. Vietnam, sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia, memiliki pengaruh yang besar terhadap harga kopi global.
Melihat data dari situs keuangan global Investing.com, perdagangan kopi robusta dunia pada 16 Oktober 2024 ditutup pada harga 4.865 dollar AS per ton. Ini adalah angka yang sangat mencolok jika dibandingkan dengan harga tahun 2023. Yang berkisar sekitar 2,63 dollar AS per kilogram atau 2.630 dollar AS per ton. Lonjakan harga ini menciptakan efek domino yang memengaruhi pasar lokal, termasuk di Indonesia.
Kenaikan Harga di Malang
Di tingkat lokal, harga kopi robusta mentah dari kebun Tirtoyudo juga mengalami kenaikan yang signifikan. Surat Untung, seorang petani kopi dan pemilik kebun kopi di Malang, mengungkapkan bahwa harga kopi robusta kualitas asalan saat ini mencapai Rp 80.000 per kilogram. Sedangkan untuk grade A bisa mencapai Rp 86.000 per kilogram.
“Tahun lalu, harga tertinggi hanya Rp 30.000 per kilogram.” Kata Surat.
Kenaikan harga ini memberikan angin segar bagi petani, karena mereka kini bisa lebih mudah menutupi biaya operasional, seperti perbaikan kebun dan pemupukan.
Namun, meskipun harga yang tinggi menguntungkan petani, hal ini juga membawa tantangan baru. Kenaikan harga biji kopi robusta ini membuat konsumen di kafe-kafe harus membayar lebih, dan beberapa di antaranya mungkin memilih untuk mengurangi frekuensi pembelian kopi. Ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam permintaan di tengah lonjakan harga.
Dampak Penurunan Penjualan di Kafe
Salah satu kafe yang merasakan dampak dari kenaikan harga ini adalah Amstirdam Coffee di Kota Malang. Menurut manajer kafe, penjualan kopi robusta sangrai mereka mengalami penurunan antara 10 hingga 15 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
“Kami terpaksa menyesuaikan harga jual kopi untuk mencerminkan kenaikan biaya, dan ini berdampak pada jumlah pelanggan yang datang.” Ungkapnya.
Di satu sisi, kafe ingin mempertahankan kualitas kopi yang mereka sajikan, tetapi di sisi lain, mereka juga harus memperhatikan daya beli konsumen yang mungkin semakin terbatas akibat lonjakan harga. Ini menjadi tantangan bagi kafe untuk tetap bersaing sambil menjaga pelanggan loyal.
Harapan dan Tantangan untuk Petani
Kenaikan harga biji kopi robusta memberikan keuntungan yang diharapkan dapat berkelanjutan bagi para petani.
“Kami berharap harga ini tidak hanya sementara, karena kami membutuhkan stabilitas untuk perencanaan jangka panjang.” Tambah Surat Untung.
Petani menyadari bahwa investasi dalam kualitas tanaman kopi dan infrastruktur kebun sangat penting untuk meningkatkan hasil panen di masa mendatang.
Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Perubahan iklim yang semakin ekstrem dan fluktuasi harga pasar global merupakan faktor yang harus dihadapi oleh petani. Mereka harus mampu beradaptasi dengan berbagai situasi, baik dari segi teknik budidaya maupun strategi pemasaran untuk memastikan keberlangsungan usaha kopi mereka.
Lonjakan harga kopi robusta dunia membawa dampak yang kompleks dan beragam bagi berbagai pihak. Petani kopi di Kabupaten Malang merasakan keuntungan dari kenaikan harga, yang membantu menutupi biaya operasional dan memberikan harapan baru untuk investasi ke depan. Namun, di sisi lain, penjualan di kafe-kafe lokal mengalami penurunan, menciptakan ketidakseimbangan antara keuntungan petani dan daya beli konsumen.
Melihat ke depan, penting bagi semua pemangku kepentingan dalam industri kopi untuk terus berinovasi dan mencari solusi yang berkelanjutan. Upaya untuk meningkatkan kualitas produk, memperbaiki rantai pasokan, dan menjaga hubungan baik antara petani dan konsumen akan sangat penting untuk memastikan masa depan kopi robusta yang lebih cerah di Indonesia. Keseimbangan antara harga yang wajar dan aksesibilitas bagi konsumen harus terus dijaga, sehingga industri kopi bisa tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. (ind)