Malang, Suaragong – Suasana di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang pada Rabu, 28 Agustus, menjadi lebih meriah dan berwarna dengan kehadiran pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat dan Ali Muthohirin. Kedatangan mereka diiringi oleh lantunan musik rebana, sebuah pilihan yang mencerminkan kedekatan mereka dengan budaya Islam dan tradisi lokal.
Musik rebana, yang identik dengan kesenian Islam di Jawa, menjadi pilihan pasangan Wahyu dan Ali untuk mengiringi langkah mereka menuju proses pendaftaran di KPU. Lantunan musik ini menghadirkan suasana religius sekaligus semarak, menyatukan unsur budaya dan keagamaan dalam momen penting tersebut. Para pendukung Wahyu yang hadir tampak ikut bernyanyi dan mengikuti irama rebana, menciptakan suasana yang hangat dan penuh kebersamaan.
Wahyu Hidayat menjelaskan bahwa musik rebana dipilih bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai simbol dari komitmennya untuk mempertahankan nilai-nilai religius dalam kepemimpinannya.
Ali Muthohirin, yang juga dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan komunitas pesantren, menambahkan bahwa penggunaan musik rebana adalah bagian dari upaya mereka untuk mengangkat kembali seni tradisional yang semakin tergerus oleh modernitas.
Baca juga : Wahyu Hidayat Tiba di KPU Kota Malang dengan Becak Berhias Garuda
Kehadiran musik rebana dalam momen pendaftaran ini memberikan warna tersendiri dalam kampanye Pilkada Kota Malang. Pasangan Wahyu dan Ali berhasil menunjukkan bahwa kampanye politik tidak harus selalu serius dan formal, tetapi bisa juga diisi dengan sentuhan budaya yang menghibur dan mendidik. Dengan membawa rebana ke dalam arena politik, Wahyu dan Ali tidak hanya menghibur para pendukung, tetapi juga menyampaikan pesan bahwa budaya dan agama akan menjadi pilar utama dalam kepemimpinan mereka di masa depan.
Musik rebana yang menggema di KPU Kota Malang pada hari itu meninggalkan kesan mendalam bagi siapa saja yang menyaksikan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi kandidat lainnya untuk mengedepankan unsur-unsur budaya dan religius dalam setiap kegiatan kampanye, menjadikan politik tidak hanya sebagai arena perebutan kekuasaan, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan lokal. (fai)