Batu, Suaragong.com – Pameran seni bertajuk Tamasya karya Totarist Sosial Merbawani menjadi sorotan di Galeri Raos, Kota Batu. Pameran ini berlangsung mulai 22 hingga 30 November 2024. Pameran tunggal tersebut juga menghadirkan 18 karya, terdiri dari 17 lukisan dan satu instalasi. Dengan mengusungkan tema refleksi kritis terhadap lanskap dan arsitektur bersejarah Nusantara.
Pameran Seni Bertajuk “Tamasya” karya Totarist Sosial Merbawani
Totarist menjelaskan, pameran ini merupakan kelanjutan dari pameran sebelumnya di Jakarta bertajuk Sang Pambangun, dan rencananya akan berlanjut di Yogyakarta. “Karya-karya saya terinspirasi oleh pemandangan alam yang hijau dan berbukit, tempat saya dilahirkan. Namun, saya juga menyoroti bagaimana dorongan manusia untuk membangun menciptakan intervensi terhadap lanskap alami,” ungkapnya.
Harmoni Arsitektur Bersejarah dengan Modernitas
Melalui seri Tamasya, Totarist menampilkan gagasan tentang bangunan bersejarah, seperti candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang meskipun merupakan hasil intervensi manusia, telah menciptakan harmoni dengan lingkungan sekitar. Ia membandingkannya dengan bangunan era modern yang seringkali kurang mempertimbangkan keseimbangan tersebut.
Salah satu ciri khas karyanya adalah penggunaan garis bantu perspektif seperti pada rancangan arsitektur, yang kadang berlawanan arah atau tidak bertemu pada satu titik lenyap. Teknik ini menciptakan dialog antara masa lalu dan masa kini, menyoroti dinamika hubungan manusia, ruang, dan waktu.
“Saya ingin karya-karya ini mengajak penonton untuk merenungkan bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan antara pembangunan modern dengan pelestarian nilai-nilai tradisional,” tambahnya.
Rain Rosidi, selaku kurator, mengungkapkan bahwa karya-karya Totarist menggambarkan refleksi kritis terhadap lanskap dan arsitektur bersejarah Nusantara. “Totarist, yang berasal dari Wonobodro, Batang, tumbuh dalam keterbatasan. Justru dari keterbatasan itulah ia menemukan pandangan tajam tentang ruang dan pelestarian budaya,” jelas Rain.
Rain juga menambahkan bahwa perjalanan artistik Totarist dipengaruhi oleh pengalaman di Pasar Seni Ancol pada awal 2000-an, di mana ia memperdalam teknik realisme, serta interaksinya dengan seniman Yogyakarta yang memperkaya gagasan artistiknya.
Dialog Masa Lalu dan Masa Kini
Melalui pameran ini, Totarist menantang audiens untuk mempertanyakan ambiguitas dalam pelestarian budaya di tengah modernisasi. “Garis perspektif dalam karya saya merepresentasikan berbagai sudut pandang tentang bagaimana kita memahami dan menjaga warisan budaya. Ini bukan hanya soal keindahan, tetapi juga bagaimana kita merawat harmoni,” ujarnya.
Karya Tamasya Totarist bukan hanya sekadar pemandangan visual, melainkan perjalanan intelektual dan emosional yang menghidupkan kembali nilai-nilai tradisi di era modern. Totarist berharap, pameran ini dapat menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara melestarikan sejarah dan menerima perubahan. (Mf/Aye/SG).
Baca Juga : Gaes !!! Batu Shining Orchid Week 2024 Sajikan Pesona Keindahan Anggrek